MODEL PEMILIHAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF YANG
RAMAH LINGKUNGAN DAN PENERAPAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
Pendahuluan
Industri manufaktur merupakan
industri yang menjadi pendorong utama
pertumbuhan ekonomi pada negara
berkembang dalam lima belas tahun terakhir
(Journal of Manufacturing Excellence,
2011). Yang dimaksud dengan industri
manufaktur (Lampiran Perpres Nomor 28
Tahun 2008) yaitu semua kegiatan ekonomi
yang menghasilkan barang dan jasa yang
bukan tergolong produk primer.
Industri kendaraan bermotor
(otomotif) dan komponennya di Indonesia
merupakan salah satu klaster industri
unggulan yang berperan mendongkrak
pertumbuhan ekonomi di atas 7%. Terdapat
berbagai tantangan bagi industri nasional
untuk lebih berdaya saing seperti masalah
ketersediaan sumber daya yang semakin
menipis juga ketergantungan terhadap bahan
baku impor hingga masalah timbulan limbah
(Kementerian Perindustrian 2013).
Industri Komponen Otomotif
Indonesia
Dewayana et all (2012)
menyimpulkan bahwa berdasarkan
lokasinya, data 121 perusahaan
menunjukkan bahwa industri komponen
otomotif tersebar pada beberapa wilayah
yaitu DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Banten. Persentase terbesar
perusahaan berada di wilayah Jawa Barat
(55,37%) dan DKI (24,79%). Berdasarkan
jumlah tenaga kerja, dari data 49 perusahaan
menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja
terbesar yaitu 1280 orang dan terkecil yaitu
5 orang. 73% perusahaan merupakan
perusahaan besar, 22% perusahaan sedang, sisanya sebesar 5% adalah perusahaan kecil.
Berdasarkan kepemilikannya, data 30
perusahaan menunjukkan bahwa terdapat 20
(66,7%) perusahaan PMDN, 7 ( 23,33%)
perusahaan PMA, dan 3 (10%) perusahaan
Patungan. Perusahaan PMDN mendominasi
perusahaan yang berada di wilayah DKI,
Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sedangkan
perusahaan PMA mendominasi perusahaan
yang berada di wilayah Banten. Perusahaan
yang berada pada wilayah DKI, Jawa Barat,
dan Jawa Timur memiliki jenis kepemilikan
yang lengkap yaitu PMDN, PMA, dan
Patungan. Sedangkan perusahaan yang
berada di wilayah Banten tidak ada yang
berjenis patungan.
Untuk mendorong pertumbuhan
Green Industry, Kementerian Perindustrian
memberikan penghargaan kepada
perusahaan industri nasional yang telah
menerapkan pola penghematan sumber daya
dan penggunaan bahan baku dan energy
yang ramah lingkungan serta terbarukan.
Penghargaan Industri Hijau (PIH) telah
berlangsung selama empat tahun. Penilaian
penghargaan industri hijau didasarkan pada
hal-hal berikut (Kementerian Perindustrian
2012) :
- Proses Produksi, meliputi bahan baku dan bahan penolong, energi, air, teknologi proses, produk, sumber daya manusia, dan lingkungan kerja.
- Manajemen Perusahaan, meliputi program efisiensi produksi, Community Development/Corporate Social Responsibility, penghargaan yang pernah diterima, dan sistem manajemen.
- Pengelolaan Lingkungan Industri, meliputi pemenuhan baku mutu lingkungan, sarana pengelolaan limbah dan emisi, dan kinerja pengelolaan lingkungan.
Model pemilihan industri komponen
otomotif yang ramah lingkungan
menggunakan 5 (lima) level hirarki yaitu
level 1 merupakan tujuan, level 2 terdiri dari
3 (tiga) faktor, level 3 terdiri dari 11
(sebelas) kriteria, level 4 terdiri dari 22 (dua
puluh dua) sub kriteria, dan level 5 terdiri
dari 6 (enam) alternatif pilihan. Adapun
struktur hirarkinya ditunjukkan pada gambar berikut ini
Berdasarkan bobot faktor yang
diperoleh, model pemilihan industri
komponen otomotif yang ramah lingkungan
lebih memprioritaskan pada faktor
pengelolaan limbah / emisi dengan bobot
sebesar 0,6370. Pada faktor tersebut,
kriteria Program penurunan emisi CO2
merupakan prioritas utama dengan bobot
sebesar 0,6480. Prioritas berikutnya adalah
pada faktor proses produksi dengan bobot
sebesar 0,2580. Pada faktor proses produksi,
kriteria teknologi proses merupakan prioritas
utama dengan bobot faktor sebesar 0.3860.
Sedangkan untuk sub kriteriadari criteria
teknologi proses, bobot terbesar adalah
penerapan Reduce, Reuse, Recycle (3R)
yaitu 0,7172, Oleh karena itu, upaya
penurunan emisi CO2 dan penerapan
Reduce, Reuse, Recycle (3R) akan menjadi
penentu bagi industri komponen otomotif
untuk masuk dalam kategori industri yang
ramah lingkungan.
Kemudian berkaitan dengan hal tersebut, PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING Indonesia telah melakukan penerapan pengelolaan limbah B3 dengan ringkasan abstrak dan hasil kesimpulan sebagai berikut;
Pada saat ini, industri berkembang pesat dalam hal ragam maupun jumlahnya di Indonesia. Setiap
industri mempunyai potensi untuk menimbulkan limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah
merupakan bahan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada
skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa
gas dan debu,cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau
berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan
komponen/perakitan kendaraan bermotor roda empat merk TOYOTA serta perlengkapan mesin
pengolah/pengerjaan logam. PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia menghasilkan limbah yang
bersifat berbahaya dan beracun dari kegiatan proses produksi dan dapat berpotensi menjadi
pencemar bagi lingkungan bila tidak dikelola dengan baik. Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia adalah sludge IPAL, kerak cat/sludge painting, phosphat sludge,
thinner bekas, oli bekas, aki bekas, majun bekas, lampu TL bekas, kemasan bekas B3 (kaleng cat,
jerigen, kaleng thinner, drum), abu insinerator, dan limbah poliklinik. PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia melakukan manajemen pengelolaan limbah B3 dengan baik sehingga tidak mencemari
lingkungan.
Pemanfaatan yang dilakukan oleh PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia antara lain :
- Drum bekas bahan B3 dimanfaatkan sebagai tempat limbah B3.
- Untuk drum – drum bekas dan kaleng cat yang sudah tidak terpakai dan kemasan bekas dikembalikan kepada Sub.Cont, tidak dibuang begitu saja.
- Recycle thinner dengan cara mendidihkan thinner yang menghasilkan uap yang dapat digunakan kembali menjadi thinner.
Pengelolaan limbah B3 PT. Toyota Motor
Manufacturing Indonesia meliputi reduksi,
reuse & recycle, pewadahan dan
pengumpulan, pengangkutan intern,
inplant treatment, pemanfaatan,
penyimpanan sementara, dan outplant
treatment. Selama ini outplant treatment
untuk limbah B3 dilakukan oleh PT.
HOLCIM Bogor, PT. Indocement dan
PPLI.
Sistem pengelolaan limbah B3 dengan
menggunakan insinerator, nilai DRE yang
dihasilkan adalah 80,59 % masih belum
memenuhi baku mutu peraturan Kep-
03/Bapedal/09/1995 yaitu 99,99%. Suhu
yang tidak tercapai dengan optimal
menyebabkan pembakaran tidak
sempurna, sehingga efisiensi DRE kurang
dari 99%. Hal ini disebabkan oleh kurang
maksimal penggunaan insinerator yang
seharusnya bisa lebih ditingkatkan lagi
kinerjanya.
Sumber:
Cesar Ray Ratman, Syafrudin: Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia, Jurnal PRESIPITASI
Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN 1907-187X
No comments:
Post a Comment